Monday, June 7, 2010

Visiting Textile Museum


Tahun ini adalah Tahun Kunjung Museum 2010. Alhamdulillah kami diberi kesempatan berkunjung ke Museum Tekstil Jakarta di Jl. KS Tubun no. 4 JakBar.
Bangungannya adalah bangunan tua peninggalan jaman Belanda yang berkali-kali beralih fungsi, dari mulai panti jompo, kantor, hingga pada tahun 1976 menjadi museum tekstil sampai saat ini. Saat kami berkunjung kesana di hari kerja, suasana tampak sepi dari luar, beberapa pengunjung yang terlihat adalah anak-anak sekolah. Namun siapa sangka, di saung belakang ada rombongan turis mancanegara yang sedang belajar membatik. Wah, seru sekali sepertinya!

Kami pun memutuskan untuk melihat koleksi museum itu dulu sebelum ikutan membatik. Dengan membayar seorang 2.000 rupiah dan jasa guide sebesar 25.000 rupiah per rombongan kami sudah bisa menikmati koleksi museum itu plus cerita-ceritanya.
Hari itu meskipun judulnya museum tekstil tapi yang di-display adalah kain batik semua, lebih khusus lagi itu adalah milik pribadi ibu Rahadi Ramelan. Rupanya penampilan koleksi museum memang digilir setiap 2 bulan, karena bulan ini masih bertema batik jadi yang kami lihat adalah bentangan kain-kain batik lengkap dengan keterangan tahun pembuatan, jenis corak, dan warnanya.
Batik pesisiran misalnya, berwarna cerah, dengan motif khas flora dan fauna. Sedangkan batik pedalaman warnanya gelap, motifnya adalah simbol-simbol seperti parang, garuda, dan berasal dari daerah Jogja atau Solo. Ada juga batik kontemporer, jenis yang merupakan campuran antara pesisiran dan pedalaman.
Dari segi fungsinya ada batik pagi-sore. Jika dipakai pagi hari maka yang ditampilkan adalah sisi dengan warna cerah dan warna gelapnya di dalam, namun jika sore warna cerah dilipat di dalam maka yang terlihat adalah warnanya yang gelap. Batik sidomukti khusus dipakai pada upacara perkawinan. Batik dengan tumpang kecil untuk gadis / perjaka, dan yang lebih lebar untuk janda.

Batik tulis berbeda dengan batik cap. Pada batik tulis meskipun mempunyai motif sama pada tiap sisinya pasti ada bentuk yang berbedanya, membuat titik bisa sempurna dilakukan dengan batik tulis, sedangkan pada batik cap bentuk motifnya pasti sama semua, titik tidak bisa dibuat sesempurna pada batik tulis karena pasti melebar. Waktu pembuatan batik tulis lebih lama, dan tekniknyapun lebih sulit, maka wajar jika harganya lebih mahal. Dilihat dari warnanya, ada batik dengan warna sogan artinya warna coklat kehitaman, bang ijo artinya merah dan hijau.
Bahan kain batik yang paling bagus adalah sutra, kemudian berturut-turut kain katun primicima dan kain katun prima. Kain katun blacu tidak bisa dipakai karena tidak menyerap warna.Pembuatan kain batik ini dimulai dengan membuat motif, kemudian mencanting, membuat titik, menutup bagian yang tidak berwarna dengan lilin malam, mewarnai dengan dicelup, kemudian yang terakhir merebusnya.
Sketsa motif batik dibuat dengan pensil, tapi jaman dulu para pembatik tidak membuat sketsa dengan pensil, mereka langsung memakai canting. Biasanya sebelum membuat batik mereka bersemedi dulu. Canting sendiri mempunyai berbagai macam bentuk, yang biasa kita lihat berlubang satu, tapi ada juga yang berlubang lima, sedangkan yang lubangnya besar untuk menutup. Cara memegang canting harus miring 45 derajat ke atas. Agar lilin tidak beku maka harus diambil lilin yang baru setiap beberapa menit.
Pada jaman dulu proses pewarnaan dengan pewarna tumbuhan membutuhkan 20 kali pencelupan, bisa memakan waktu hingga 20 hari, sedangkan jaman sekarang kalau menggunakan bahan pewarna kimia bisa 1-2 hari karena dengan 2 kali pencelupan saja sudah cukup. Contoh pewarna alami adalah kayu pohon tegeran, bila direbus akan menghasilkan warna kuning keemasan. Warna kuning tua didapat dengan mencampur tunjung (batu warna hijau), pencampuran dengan tawas akan menghasilkan warna kuning sedang, sedangkan dengan kapur menjadi warna kuning muda. Kayu pohon tingi memberi warna coklat, selain itu masih banyak bahwan pewarna alami lainnya.
Lilin malam disini digunakan sebagai perintang warna. Lilin malam ini terbuat dari lemak sapi, madu, lilin paraffin, dan getah pohon dammar yang dicampur jadi satu kemudian dicetak. Jika akan dipakai maka ia diapaskan dulu diatas tungku di dalam wajan kecil. Pada tahap akhir pengerjaan, kain akan direbus, hal ini dilakukan supaya lilin malam hilang.
Di museum ini kita bisa belajar membatik. Dengan membayar 35.000 rupiah kita sudah bisa membuat kain batik sendiri seukuran sapu tangan. Kami membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk membuatnya, mulai dari mencetak motif, mencanting, mewarnai, dan merebusnya. Hasilnya...tada! Tidak terlalu mengecewakan kan? Hehe... Bagi yang ingin serius belajar di museum ini juga membuka kursus.

Di dalam saung kayu, di bawah pepohonan yang teduh, waktu berjalan sangat cepat, membuat kami lupa kalau kami di sedang berada di kota jakarta yang padat. Kami pun pulang sebagai pengunjung paling akhir hari itu, dengan membawa sapu tangan batik, bangga karena kami sendiri yang membuatnya, bangga pada kebudayaan cantik negeri ini.

No comments:

Post a Comment