Kawanku,
beribu kata ditorehkan
beribu jejak ditinggalkan
sejak pertama kali kita bertemu
Kawanku,
ingatkah kau,
kita pernah tertawa bersama,
menangis bersama
Jantung berdebar-debar,
menanti ujian, menyelesaikan tugas,
mencoba mewibawakan diri di hadapan pasien
Ingatlah selalu masa-masa jaga malam yang panjang,
tidur dengan mata setengah terpejang,
dan keesokan harinya, pikiran kosong.... (akibat terlalu banyak begadang)
Maafkanlah aku kawan, bila saat itu aku tak cukup waktu mendengar keluhmu
Atau sekeddar berbagi tawa, berbagi cerita
Kawanku, apakah pernah kau berhenti sejenak
mengingat wajah-wajah pasien
ada yang sembuh, ada yang akhirnya tiada
Ingatlah wajah-wajah keluarganya yang penuh harap
Kawan, mereka ada, untuk kita
Mereka seperti ayah, ibu, atau saudara
Sudahkah kita ucapkan terimakasih,
karena tanpa mereka, gelar kebanggan ini tak akan ada di belakang nama kita
Kawan, ingatkah kau, ketika tak sengaja kau menghardik?
Mereka orang tak punya, tak berpendidikan,
tak mengerti apa yang kita ucapkan
Kawan, merekalah yang membuat kita berada di sini
Ingatlah selalu, selamanya kita berhutang pada mereka
Dan kepada orangtuaku,
aku inngin ucapkan salam
Aku ingin ucapkan dengan teramat tulus, rasa bangga, karena telah memberikan yang terbaik,
memberikan kesempatan hingga sampai disini, menjadi orang yang berarti
Aku ingin sembahkan sujud,
untuk semua perjuangan tak terperi, tangis tak berbunyi, lelah yang tergurat meski tak terkatakan
Ibu, Ayah... air mata dalam doa-doamu
telah mengawal hari-hari, meringankan langkah-langkah
Tnpa disadari,
mungkin kau sedang sedih,
mungkin kau sedang rindu,
tapi aku di sini, terlalu sibuk, hanya dapat sekedar menanyakan kabar
Maka,
ucapan ini rasanya begitu sederhana,
tapi ayah dan ibu,
hanya ini yang mampu kukatakan...
Terimakasih, terimakash atas segalanya
Dab untuk kekasih,
ampuni aku, ampuni telah mengambil waktumu
Hanya kemakluman selalu yang kuminta, tuntutan yang tak bisa ditawar
Dan kelulusan ini adalah hadiah tak seberapa untuk cinta
yang telah kau jabarkan,
dalam pengertianmu, dalam kesabaranmu
Dan anak-anakku...
Seharusnya akulah yang berkorban untukmu,
tetapi dalam tubuh mungilmu, justru jiwamulah yang jauh lebih besar
menerimaku apa adanya...
Terimakasih nak, terimakasih sayang....
Kepada guru-guruku...
Ah, tak sanggup lagi kukatakan
Betapa malunya aku, tak mampu memenuhi harapmu
Beratnya bebanku memanggul amanah, menjaga ilmumu
Kurasa, inilah yang terberat, inilah yang tak tergantikan
Guru-guru yang dengan kesungguhan
mendidik, membimbing, dan menyediakan waktu
Akan ku rindu tempatku bertanya, sosok bersahaja dan bijaksana,
senyuman yang menandakan kau bangga
dan tempaan yang membuat aku ingin belajar
Doakan kami guru,
izinkan kami meneruskan perjuanganmu, menempuh jalanmu
Kamilah muridmu selalu...
Kawan, kini tiba saatnya
aku ucapkan selamat tinggal
Kuharap persahabatan kita tak lekang oleh masa
Semoga catatan dalam jeda perjalanan ini, terus membekas
dalam hatimu, meski waktu telah berlalu
Semoga mimpi-mimpi kita akan tercapai, tak berhenti sampai disini
Selamat tinggal kawan...
Selamat memenuhi catatan dalam perjalanan yang baru...
Telah bertapak sudah, telah berakhir,
Kau dan aku kini saatnya berpisah...
(Dibacakan pada PLD Ilmu Penyakit Dalam 2010
ditulis oleh seorang sejawat, ibu dua orang putra)
No comments:
Post a Comment