Kata seorang sahabat, mungkin aku perlu menuliskan mimpi2 ku, sejak mimpi2 seringkali mengungkapkan perasaan yang coba kututup-tutupi, kekhawatiran yang kuindahkan, dan kesadaran di alam bawah sadarku. Jadi aku memutuskan untuk menuliskannya kini, setelah lama pembicaraan tentang itu berlangsung. Mungkin ada baiknya, berusaha menyadari apa yg aku tahu tapi tidak aku sadari, atau mengetahui apa yg kucoba sembunyikan dari diriku sendiri.
Mimpi tidak pernah bercerita setiap detailnya. Namun kadang ada bagian2 yg begitu membekas, yg sangat mendetail, dan mungkin itu adalah bagian yg penting yg coba disampaikan dalam suatu rangkaian peristiwa yg coba kita pahami seperti peristiwa di dunia nyata. Sehingga, kadang yg tersisa dari ingatan kita tentang mimpi itu adalah berupa potongan2, kelebatan2, kadang terasa seperti de javu, sesuatu yang ‘hey, aku pernah merasakan ini sebelumnya!’ Merasakan, bukan mengalami. Atau mengalami suatu perasaan yg sama, tapi bukan mengalami kejadian yg sama.
***
Aku berada di tempat tidurku, selesai ujian dimana aku merasa aku tidak diuji. Dalam ujian lisan itu kami berdua, aku dan seorang teman lelaki, siapa orang ini tidak begitu jelas. Ia terus ditanya oleh penguji kami, dan aku merasa bisa menjawabnya seperti ketika aku membaca buku catatan. Jadi aku berusaha menjawabnya, tapi yg ditanya terus adalah dia bukan aku. Hingga ia selesai ditanya, aku tahu sekarang giliranku tapi aku takut sudah tidak dapat menjawab karena pertanyaan yang bisa kujawab sudah diajukan semua. Namun, ujian selesai begitu saja, aku tidak ditanya. Pikirku, mungkin karena pada 2 ujian sebelumnya aku sudah mendapat pertanyaan dari penguji2 lain yg sulit. Jadi disitulah aku, di kamarku. Bukan kamar yg kini kutempati, atau kamarku di Jakarta. Melainkan di kamar rumah masa kecilku.
Ada yg mengetok pintu, dan kemudian orang itu masuk. Mommy. Mom melihat ke atas ke arah AC yang ternyata mati, dan berkata, ”Disini anget juga.” Lalu mom ingin tidur ditempat tidur di sampingku, tempat yg biasanya ditempati adikku. Kulihat adikku sudah tidur di lantai di bawahku. Aku sangat bersyukur karena aku memakai piyama yg pantas dan sprei tempat tidur baru saja diganti serta masih rapi.
Aku memandangi mom yg kurus di sebelahku, menanyakan padanya, ”Kenapa tdk pernah dirasakan?” Aku bertanya tentang penyakitnya, menatap lehernya.
Mom memintaku menggosok lehernya dg semacam minyak, aku melakukannya dan mom menjawab. ”Ibu ini kuat, seperti laki-laki. Buat apa dirasa-rasakan, budhe juga bilang begitu kan?” Aku tidak ingat detail kata2nya, tapi kira2 seperti itu.
Kemudian memori itu menyergapku, membuatku berpikir, bahwa mungkin pada awalnya mom memang tidak merasakan, tapi kemudian sebenarnya ia telah pergi ke dokter. Bukan hanya ke 1 dokter tapi ke banyak dokter. Namun penyakit itu baru diketahui kira2 6 bulan setelah ia pergi ke dokter. Terlambatkah diagnosis dokter itu, hingga saat diketahui sudah stadium 3? Tapi bisa saja dokter tidak terlambat diagnosis, karena mom memang sudah disarankan biopsi namun ia menolaknya untuk beberapa lama, salahkah dia? Mom bukan org medis meski kini 3 anggota keluarganya adalah org medis. Jika demikian, mungkinkah ini kesalahan kami, keluarganya???
***
Aku tersadar dengan pikiran itu masih menggelantung di kepalaku. Tidak ingat antara batas tidur dan bangun karena, aneh sekaki bukan, orang berpikir dan melakukan analisis di dalam mimpi? Batas antara realita dan mimpiku semakin tak jelas. Batas antara alam sadar dan tidak sadar bahkan tak kumengerti. Semuanya meluap ke permukaan jika aku berada di alam bawah sadarku, membawakan kesadaran baru pada alam sadarku. Dan kemudian, di sisa hari itu aku menangis sampai puas sebelum aku akhirnya bersujud, menyerahkan segala kegundahanku padaNya, Sang Pemilik jiwa.
pas nulis ini lagi mimpi atu lagi sadar ? wakekekek
ReplyDeletesalam kenal....
visit my blog
wah, sangat senang rasanya bila informasi yg kita sampaikan bisa brmanfaat bagi orang lain.. :)
ReplyDelete~salam kenal ya mba auliana..
http://kangmasjuqi.wordpress.com/2008/12/10/tegal-jakarta/#comment-408
@Auliana a.k.a ulin dkk. di atasnya,
Jakarta-Slawi rata-rata ditempuh selama 7 jam dgn bis. itu sudah plus istirahat di tengah jalan, biasanya istirahat 30 menit di sekitar Indramayu.
ongkos bis nya kalau kelas ekonomi 30-40 ribu (Jakarta-Slawi). Jangan lupa bilang turun di Slawi meskipun bis nya Jurusan Jakarta-Purwokerto. beda harga lowhh turun di Purwokerto dgn turun di Slawi.. ;p
buat mba Auliana, selamat brtugas yah!!
wish all the best for your mom lin..
ReplyDeletesemoga ibunda dan keluarga diberi kesabaran dan keikhlasan...amiiiiiiinnn
mbak ulin, Allah tahu yang terbaik buat ibu mbak... yang sabar ya mbak...
ReplyDelete