Monday, September 14, 2009

Pengingat Kecil

Ada saat-saat dimana kita bisa bahagia dengan hal-hal kecil, hal-hal remeh temeh, hal yang sebenarnya tidak lagi asing atau baru bagi kita, namun kita seperti baru saja menyadarinya. Saat itu, mungkin Tuhan sedang mengetuk pintu hati kita, berusaha meruntuhkan kesombongan kita, mengajari makhluk bengal bersama manusia, dan kita beruntung masih ditegur dengan cara-cara yang ‘sopan’, penuh kasih sayang khasNya.


Seperti malam itu ketika aku (akhirnya) pergi juga ke masjid untuk menunaikan sholat isya’ dilanjutkan tarawih. Ada aura tersendiri yang membuatku rindu untuk kembali kesana, ke masjid, walaupun itu cuma masjid kecil di kompleks perumahan kami. Masjid itu tadinya mushola, yang kemudian dikembangkan dari dana donator sana-sini hingga menjadi lebih luas dan layak disebut masjid. Sudah ber-Ramadhan2 ketika aku kecil dulu ikut tarawih disana, maklum paling dekat rumah. Dan hal itu, tidak pernah kusangka akan menjadi kerinduan tersendiri saat bulan Ramadhanku tidak dihabiskan di rumah, melainkan di bangsal rumah sakit misalnya.


Kita tak pernah mensyukuri sesuatu sampai kita sadar saat nikmat itu dicabut dari diri kita, kata seorang ustadz pada ceramah malam itu. Tapi benarkah? Mungkin jangan sampai nikmat itu dicabut dulu, mungkin kita hanya butuh pengingat2 kecil. Seperti yang terjadi saat aku sedang asyik dengan Qur’anku, bertadarus di tengah saf wanita pertama. Pengingat kecil itu diucapkan oleh seorang ibu setengah baya yang duduk bersila di sebelahku. Tanpa menunggu aku berhenti membaca sampai ‘ain, suaranya telah membuatku ‘terpaksa’ menengok mengalihkan perhatian dari mushaf di tanganku. “Mbak, emang kelihatan tulisannya? Kecil banget tuh!”
Bacaanku terhenti, dari heran, berganti senyum, “Kelihatan kok, Bu…”
Alhamdulillah, ucap hatiku sebelum lanjut membaca ayat2 suciNya. Pengingat kecilku sedang berbunyi, mengingatkanku untuk mensyukuri karunia besar bernama penglihatan. Penglihatan yang walaupun kita ‘miliki’ namun tidak selamanya bisa ‘sempurna’. Sekarang ini saja aku sudah pakai kacama minus, tapi syukurlah untuk membaca huruf2 kecil tidak menjadi masalah. Sementara bagi ibu itu, yang usianya barangkali menginjak setengah abad, membaca tulisan sekecil mushaf itu tidak dapat dilakukannya.


Terimakasih Tuhan, jangan ambil nikmat ini dulu, aku akan berusaha mensyukurinya tanpa perlu kehilangannya. Syukur kecil itu ternyata membawa kebahagiaan tersendiri. Kebahagiaan sederhana dari nikmat yg sebenarnya tidak pernah kecil dan sesederhana itu.

No comments:

Post a Comment