Saturday, May 16, 2009

God is a director

God is a director, film cin(T)a bilang begitu, dan aku masih menjadi saksi dalam putaran kisah2 nyata orang2 di sekitarku, yang dituturkan atau yang kusaksikan. Semuanya seolah tetap sama, namun sungguh sebenarnya akan menambah keimanan, jika kita ingat siapa sutradaranya.

***

Kabar bahagia itu telah menyebar, sepanjang lorong rumah sakit, sepanjang dinding2nya yang –katanya sanggup ’berbicara’. Bahwa beberapa kakak2 kelas kami, teman2 coass yang telah lulus setahun lebih dulu dari kami, diterima sebagai residen.

Ucapan selamat berhamburan. Aku beruntung dapat menemui langsung salah seorang diantaranya pada suatu sore di akhir pekan yang tidak begitu sibuk.

Satu langkah lagi kesuksesan setelah gelar dokter itu. Lalu apa arti ke
menangan ini baginya?

Ia, mungkin satu atau dua tahun usianya di atasku, menjelang seperempat abad hidupnya, tersenyum cerah dan bersemangat membagikan ceritanya.

Ada beberapa ujian yang harus dilewati dalam penerimaan PPDS (program pendidikan dokter spesialis) ini. Diantaranya adalah tes teori tertulis, tes kesehatan, psikologis, dan wawancara. Dari 31 pendaftar, ia lolos menjadi 21 orang terpilih dan akan mengikuti penyaringan berikutnya. Dalam tes kesehatan, sebagai bukan tipe orang sakit2an dan gadis baik2, ia merasa cukup percaya diri dan tak perlu ada yang dikhawatirkan. Namun Sang Sutradara berkata lain, karena justru dari sanalah segalanya dimulai.

Saat dilakukan pemeriksaan, ternyata hasil EKG-nya ada T inverted pada 3 lead dan RBBB (righ bundle branch block), tanda dari iskemik anterior. EKG
atau elektrokardiografi adalah alat rekam aktivitas listrik jantung, dan karena terdapat gelombang abnormal itu, dokter ahli jantung senior yang memeriksanya segera menyuruhnya melakukan ekokardiografi, sebuah pemeriksaan lebih teliti yang dapat melihat anatomi jantung seperti pada USG.

Ternyata dari hasil eko-nya, terdapat gambaran MVP atau prolaps katup mitral. Merasa tidak pernah ada keluhan, ia pun meminta second opinion ke dokter jantung lain. Setelah diperiksa, hasil EKG-nya malah lebih parah, ada pergeseran aksis ke kanan. Dan ia pun di eko ulang. Tak disangka sang dokter malah meyebutkan bahwa ada gambaran ASD, namun kemudian diagnosis berubah lagi, VSD, sebuah defek septum ventrikel, atau dalam bahasa
awam disebut kebocoran jantung. Dengan diagnosis seperti itu, dia disarankan segera operasi, sebelum penyakitnya menimbulkan gejala dan bertambah parah.

Terang saja ia kemudian kaget setengah mati, orang sehat tanpa keluhan apa2, tiba2 harus menjalani operasi bedah jantung! Sampai menangis2 berpelukan dengan sahabat yang mengantarnya, dengan hati berat ia pun memberitahu orangtuanya. Sudah tidak terpikirkan lagi apakah ia akan diterima PPDS atau tidak. Baginya, jika jalan itu memang demikian yang terbaik untuknya, pasti itu yang Allah akan berikan padanya, jika tidak, mungkin ada hal lain yang lebih baik yang ingin Allah berikan.

Rencana operasi jantung akan dilaksanakan di sebuah RS terkenal di Jakarta. Sampai disana, profesor yang menemuinya pertama kali sungguh terkejut mendengar riwayatnya. Sangat jarang ada kasus seperti itu, ujar beliau. Maka sang profesor melakukan pemeriksaan fisik seperti yang biasa dilakukan ahli sepertinya. Tidak ditemukan bising apapun, padahal seharusnya VSD berbising sangat jelas. Ia pun diminta eko ulang sebelum operasi.

***

Mungkin aku sedang bertanya2 saat itu, kenapa acara ’kumpul2’ kami yang seharusnya rutin tiap minggu itu tidak kunjung diadakan. Rupanya, ia sedang di Jakarta saat itu. Sibuk dengan keputusan Tuhan akan hidupnya yang tiba2 saja berubah 180 derajat.

Namun hari ini ia kembali berkumpul dalam lingkaran bersama kami, menceritakan kisahnya untuk diambil hikmah dan pelajaran. Tak ada operasi, tak ada VSD, tak ada ASD, yang ada hanya MVP ringan dan dia diterima sebagai residen tanpa rasa bangga berlebihan.

Betapa mudah Sang Sutradara itu merubah nasib manusia. Betapa doa yang kita panjatkan tidak pernah akan sia2. Betapa prasangka baik, akan selalu membawa kita lebih banyak pada kebaikan. Dan betapa Ia sesuai dengan prasangka hambaNya.

1 comment:

  1. Ulin
    aku gak ngerti..jd sebenernya senior kamu itu diagnosisnya salah? sebenernya dia gak ada VSD atau ASD? hehe..penasaran..seru sih!:)

    ReplyDelete