Monday, May 24, 2010

Selamat (jalan) Ibu


Kenapa setiap tahlil itu dibacakan, berhias rangkaian bunga, pelukan dan ucapan yang hangat, selalu ada mata yang berkaca-kaca, menjadi cermin hati yang sudah terlebih dahulu basah, doa demi doa yang bergulir. Hanya doa, menutup semua kenangan indah dan manis itu, kehidupan seorang wanita.

Ia masih punya mimpi besar. Banyak mimpi besar. Mimpi untuk bangsanya, untuk negerinya, keluarganya, putra-putrinya. Sebelum operasi itu, menurut dokter mata di yayasannya, ibu Ainun masih sempat mengirim email hasil pencariannya. Ya, bahkan di saar terakhir ia masih begitu peduli. Apa ia pernah berkeluh kesah? Aku ragu jawabannya ya.

Wanita itu mengingatkanku pada ibuku, hampir setahun lalu. Ibu juga punya mimpi besar, banyak mimpi besar. Aku tahu karena beberapa kali ia membagikannya pada kami. Hanya kami kadang kurang peduli, kami selalu berpikir tentu saja ia dapat mewujudkannya, ia akan mewujudkannya, seperti biasanya. Ketika aku pulang dan ibu menyambutku, aku selalu melihat hal baru di rumah kami, kreasinya, selalu ada saja, membuat rumah itu terasa semakin sejuk, nyaman, homey sekali. Dan itu hanya sebagian kecil dari mimpinya.

***

Aku sedang di halaman belakang kala pemakamannya akan dimulai. Belakangan ini aku punya cukup waktu luang sebelum berangkat kerja (jaga), atau ketika pulang keesokan harinya. Sebelumnya aku tidak terlalu suka bermain-main dengan makhluk hidup yang satu ini, tanaman. Tapi belakangan aku semakin senang, berbeda dengan kesenangan menulis, ini adalah suatu perasaan senang saat kita bisa memberikan ‘kehidupan baru’, atau memberikan tempat hidup yang baru, atau sekedar memperindah kehidupan. Aku tahu rasanya, mungkin itu kenapa ibuku selalu memperlakukan anggrek-anggrek ini seperti anak-anaknya sendiri. Katanya tanaman bisa diajak bercakap-cakap. Dulu aku tertawa mendengarnya, tapi kini aku tahu barangkali itu benar, aku berharap agar tanaman itu hidup di media yang baru dan menengoknya setiap hari “Hei, apakah kau baik2 saja, cukup sinar, cukup air?”

Aku merasakan naluri wanita yang tiba-tiba kusadari. Naluri membuat kehidupan, memastikan kehidupan terus berlanjut, merawatnya, memperbaiki dan memperindahnya. Hei, ini mirip dengan tugas profesiku kan?! Ibuku bukan dokter, tapi itulah yang dilakukannnya pada semua anak-anaknya, anak-anak saudara-saudaranya, bahkan anak-anak yang bukan siapa-siapanya. Ibu Ainun sendiri adalah dokter, dan dengan yayasannya jelas-jelas ia sedang memelihara kehidupan, memperbaiki kualitas kehidupan manusia. Itu adalah sebuah nurani keibuan yang nyata. Naluri yang merupakan anugrah, yang terus diasah, yang semakin matang bersama bertambahnya usia dan pengalaman mereka. Dan mungkin itu yang diinginkan Tuhan terjadi pada kami juga. Barangkali itu sebabnya Tuhan menyudahi waktu mereka di dunia. Seolah Dia berkata, sudah cukup, semua yang kalian lakukan sudah cukup, Aku tahu kalian masih sangat bersemangat mewujudkan mimpi besar kalian, tapi biarkanlah anak dan cucu kalian belajar melakukannya, biarkan mereka yang akan meneruskannya, kalian sudah melakukan tugas kalian dengan baik sekali.



***

Bila seseorang telah meninggal, terputuslah untuknya pahala segala amal kecuali tiga hal,
shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang shaleh. Aku yakin mereka memilki ketiganya. Tempat yang lebih baik daripada dunia dan segala isinya, telah Ia persiapkan disana.

1 comment:

  1. mbak ulin, subhanallah kalimat2nya indah banget.. btw barakallah ya mbak, selamat atas dunia barunya sebagai residen :)

    ReplyDelete