Thursday, March 25, 2010

World TB Day: Issues of MDR and XDR TB

Tuberculosis (TB) bukanlah penyakit baru, mumi-mumi di Mesir yg berasal dari tahun 3500 SM bahkan sudah menunjukkan adanya Pott’s disease, salah satu manifestasi TB pada tulang belakang. Di literature Arab, Al Razi dan Ibnu Sina menyatakan adanya penyakit yang menyebabkan kavitas pada paru dan berhubungan dengan lesi kulit yang dapat dicegah dengan menghirup udara yang bersih dan makan makanan bergizi.

Setelah setua itu apakah TB masih merupakan ancaman sehingga tanggal 24 Maret perlu diperingati sebagai hari TB sedunia?

Pada tanggal ini Robert Koch, setelah melakukan penelitian bertahun2 yang diantaranya juga dilakukan di Indonesia, berhasil menemukan basil penyebab TB pada tahun 1882. pada awal ke-19 insiden penyakit ini masih sangat besar, sekitar 400 per 100.000 penduduk di Amerika dan Eropa meninggal karenanya. Bahkan tokoh2 besar seperti Voltaire, Sir Walter Scott, Frederick Copin, Laenec, dll tak luput dari penyakit ini. Sejak itu berbagai cara pengobatan TB dilakukan, mulai dari pembedahan, pendirian sanatorium, hingga era medikamentosa.

Saat ini kita mengenal terapi TB dengan program DOTS (Direct Observe Treatment Shortourse), yang terdiri dari:
1. Political commitment (baik dari pemerintah maupun tenaga kesehatan)
2. Diagnosis by microscopy (sputum atau jaringan tubuh lain)
3. Adequate supply of TB drugs
4. Directly observed treatment (pengawas minum obat)
5. Accountability (pencatatan dan pelaporan)

Pengobaan TB yang memadai harus mencakup kombinasi 4-5 antibiotik (RHZES), dosis yang tepat, diminum secara rutin, dalam periode yang cukup (6-8 bulan), dan adanya fixed dose combination.

Meski sudah melaksakan program tersebut, hingga saat ini Indonesia saat ini masih berada pada tingkat ke-3 negara dengan penderita TB terbanyak setelah India dan China dengan 70% pengidap adalah usia produktif. Selain faktor lingkungan, dimana kuman TB suka berada di tempat yang lembab, pemukiman padat, dan tidak terkena sinar ultraviolet, mengapa epidemi TB ini masih meningkat?

Ditengarai penyebabnya adalah:
1. masih buruknya system kesehatan
2. co-existing HIV
3. resistensi OAT

Saat ini Indonesia menduduki ranking ke-11 negara dengan MDR-TB, namun sebenarnya fakta ini meragukan sebab data mengenai resistensi OAT di negara kita tidak lengkap. Data yang masuk ke Depkes sebagian besar adalah dari puskesmas, sementara dari rumah sakit atau praktek swasta masih sedikit yang melapor jika ada kasus-kasus TB.

Apa itu MDR dan XDR TB?
MDR TB: multidrug resistant tuberculosis, maksudnya adalah resistensi terhadap 2 OAT lini pertama yang paling poten yaitu Isoniazid dan Rifampisin
XDR TB: extensively (extremely) drug resistant tuberculosis, yaitu MDR TB ditambah dengan resistensi terhadap obat lini kedua injeksi seperti kanamisin dan golongan kuinolon.

Apa sebenarnya penyebab resistensi ini?
Pada kondisi alamiah, kuman dapat bermutasi menjadi resisten terhadap OAT, namun frekuensinya sangat kecil. Misalnya pada INH dibutuhkan 1 juta kuman untuk 1 yang resisten, rifampisin 10 juta, dan jika dikombinasi hanya ada 1 kuman yang resisten diantara 1014 kuman TB. Sehingga pada kondisi alamiah kejadian MDR seharusnya sangat jarang terjadi. Maka kemungkinan penyebab resistensi ini adalah:
1. Kesalahan penggunaan OAT
• Obat atau regimen yang kombinasi atau dosisnya tidak adekuat
• Kualitas obat yang buruk atau suplai obat yang tdak memadai
2. Supervisi terapi yang tdk adekuat
• Terapi yang tidak teratur sehingga menyebabkan kegagalan terapi
• Kelalaian pendampingan pasien
3. Faktor pasien: berhenti minum obat karena
• Efek samping
• Kemampuan finansial

Penanganan MDR adalah melalui program DOTS plus, yaitu DOTS ditambah dengan obat lini kedua dan kontrol infeksi. Sayangnya obat lini kedua ini tidak semuanya ada di Indonesia, jika pun ada saat ini hanya di RS Persahabatan Jakarta dan RS Dr. Soetomo Surabaya. Selain itu ternyata obat lini kedua ini potensinya kurang dibandingkan dengan obat-obat lini pertama, mempunyai efek samping dan toksisitas yang lebih tinggi, jauh lebih mahal, dan membutuhkan waktu pengobatan yang lebih lama ( lebih dari 18 bulan!).

Jadi teman, alangkah baiknya, mencegah daripada mengobati, dan mengobati yang belum resisten dengan tepat dan tuntas daripada jadi MDR dan XDR TB.

No comments:

Post a Comment