Monday, April 6, 2009

For The Miracle of Marine



Kakak tolong!!! Aku dikeroyok!!!

Kenapa daging babi haram, Kak?!

 

Tulisan itu seperti tulisan mesin ketik.

Singkat, padat, layaknya pesan S.O.S.

Dikirim dari ratusanribu kilometer di tengah samudra tanpa sinyal komunikasi.

 

Ican. Satu nama itu langsung hadir di benak Ufa.

Ican yang dikeroyok, dipukuli, dijejali babi! Pikiran itu memenuhi kepala Ufa. Padahal selama ini Ican berhasil mengindar. Setidaknya dari perkelahian. Puasa Ramadhan kemarin ia gagal 8 hari, bukan karena sakit tapi karena aturan ketat di kapalnya, masih untung bisa mempertahankan 22 hari. Tapi sekarang, setelah insiden alkohol itu…

 

“Kamu minum, Can?!” suara Ufa naik beberapa oktaf.

“Ya, enggak lah. Ican semburin. Tau deh, ada yang masuk atau enggak!” suara Ican diseberang sana. Suara pria muda yang mengejar cita-citanya. Yang sebelum kepergiannya ke akademi itu bagi Ufa adalah sosok adik yang tembem, tidak mencolok dalam hal akademik, dan jago strategi saat main game.

 “Rasanya apa?” Ufa masih penasaran, memancing-mancing. Ia adik Ufa satu-satunya, harapan kedua orangtuanya, kini berada jauh di batas Indonesia, bagaimana gadis itu jadi tidak khawatir.

“Pedes, pahit, panas, hu uh!”

Ufa berdoa dalam hati. Memuntahkan nasehat sebanyak-banyaknya, semampu yang ia bisa, melintasi batas benua dan samudra. Sebenarnya ia takut sekali. Tapi entah kenapa jalan ini yang dipilihkan Tuhan untuk Ican, setidaknya begitulah menurut keyakinannya. Ia ingat betul doa Ican kala itu, saat ia diterima di perguruan terbaik di kotanya, bahkan di negeri ini, selepas SMA. “Ya Allah jika ini yang terbaik untukku, maka mudahkanlah jalanku…”

 

Ufa menegakkan kepala, mendapati kelas yang penuh, beberapa teman Ufa berjilbab, sebagian besar muslim, dan yang bukan muslim pun sangat toleran. Ia mendapati zona amannya. Zona aman yang tidak dimiliki Ican di tengah samudra antar benua.

Ada yang tahu kenapa daging babi haram?” seru Ufa dari tempat duduknya.

Respon dari beberapa teman berdatangan, “Aku punya file-nya, Fa!”

Ufa tersenyum. Ican tidak akan sendirian disana, bukankah Allah selalu bersamanya, menjaganya. Ia juga akan berusaha semampunya, seperti yang dipesan orangtuanya.

 

Ufa mengumpulkan informasi-informasi itu. Searching di internet, bertanya sana-sini, bersikap kritis seperti kebiasaannya. Kemudian, setidaknya ia mendapatkan tiga fakta itu. (Baca: Kenapa Babi Haram?). Lalu cepat-cepat ia balas email itu, seraya bertanya dengan harap-harap cemas.

Ican, beneran kamu dikeroyok?!

 

***

 

Sebenarnya aku ingin bertanya; keyakinan macam apa itu? Maksudku, bagaimana ia, juga Ican dan kedua orangtuanya yakin bahwa inilah jalan yang terbaik? Yang paling aman, dengan iman sebagai taruhannya?!

Aku ingin bertanya dengan keraguan macam itu. Namun kemudian urung. Karena pada kenyataan Ican bisa bertahan (dan semoga) hingga akhir.

Jika tidak ada yang memulai seperti dirinya. Jika tidak ada muslim yang kuat islamnya, yang berani mengambil langkah menembus batas samudra, berlayar di kapal besar kelas dunia, lalu siapa yang akan menjadi nahkoda pengendali kapalnya?

Indonesia adalah negara maritim yang belum tergarap dengan baik wilayah perairannya. Kita masih butuh banyak ‘ican-ican’ lainnya.

Teriring doa untuk mereka, the miracle of marine.

 

No comments:

Post a Comment